Selasa, 14 Juli 2015

Buntu

Entah apa yang ada diisi kepala, kamu menghilang hampir tujuh bulan tanpa kata. Takmenambah kosakata, tidak pula merangkai kata indah. 

Hidupmu yang kini taksama lagi tentu bukan penghalang. Lalu kemana saja kamu selama ini. 

Katamu kamu rindu merangkai kata indah tapi kamu menghilang tanpa menyisakan satu kata pun. 

Selamat datang kembali. Semoga kali ini kamu tidak pernah lupa lagi untuk sekadar berbagi nasib 


Jumat, 26 Desember 2014

Tentang Menghabiskan Waktu

Seberapa banyak waktu yang kamu punya hanya untuk dirimu sendiri?

Akhir-akhir ini saya sering kali berpikir egois, jangan-jangan saya tidak akan punya waktu lagi bersendiri. Untuk sebagian besar orang mungkin bersendiri tidaklah penting, sayangnya tidak begitu dengan saya.

Di saat-saat tertentu saya sering kali harus mengambil jeda bagi diri saya. Tidak membaca berita seharian penuh, tidak mengecek surel yang masuk, bahkan membukan pesan singkat di jejaring sosial.

Saya selalu merasa bahwa saya kadang butuh waktu bersendiri. Di antara kopi dan buku yang minta ditandaskan. Di antara bioskop dan toko buku.

Beberapa orang menyebutnya "me time" atau waktu yang "gw banget". Beberapa orang memilih melakukan apapun yang mereka sukai kala bersendiri, entah bertemu kawan lama atau berlama-lama di kamar, tanpa mandi dan perlu memikirkan apa pun.

Begitu pula saya. Bersendiri buat saya sering kali duduk sendirian di warung kopi, menunggu datangnya apa pun untuk ditulis. Bersendiri sering kali masuk bioskop menonton bersendiri bahkan saat si mbak tiket kaget dan berseru, "sendiri mbak?"

Bersendiri kadang hanya muter-muter pusat perbelanjaan tanpa ada satu barang pun yang dibeli. Dan memang begitu adanya? Bukan seberapa banyak uang yang dibabiskan? Bukan soal apa yang dilakukan?

Bahwa kadang kala kamu butuh jeda. Kamu butuh waktu untuk dirimu, sekedar diam dan takperlu memasang senyum pada siapapun.

Kadang kala kamu butuh jeda, bahkan dari mereka yang selalu menyayangimu dan bersedia kapanpun kamu ingin.

Rabu, 03 Desember 2014

Bersegeralah Men-DP

Tentu kalian sudah merasakan imbas harga kenaikan bahan bakar minyak (BBM)? Dan harga ongkos kopaja dan metro mini dan si burung biru akan segera menyusul.  Harga makan di warteg langganan juga tidak akan semurah biasa.

Konon bapak presiden kita tercinta yang prorakyat ini mengalokasikan dana subsidi BBM ke sektor yang lebih produktif, seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi, saya mau menambahkan betapa Jokowi sangat ramah terhadap pebisnis. 

Apa buktinya? Pasar tetap merespons positif setelah kenaikan harga BBM - yang biasanya ga pernah terjadi. Hampir seminggu BBM naik disusul BI Rate, saham dan rupiah belum mengalami penurunan. 

Siapa yang diuntungkan? Tentu yang pertama adalah pelaku bisnis. Selama dengan kenaikan BBM dan BI Rate, suku bunga tidak naik, mereka toh masih aman-aman aja menjalankan usahanya. Lalu bagaimana nasib orang-orang semacam saya yang hanya butiran debu? 

Beberapa waktu yang lalu, saya baru mulai mikir untuk mencicil rumah karena diwanti-wanti sama si pengembang untuk beli sekarang sebelum BBM naik. Si saya sudah pede, karena untuk rumah pertama kita cuma harus kasih uang muka (down payment/ DP) paling banyak 30% berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia, saya masih bisa beli rumah yang disebut rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk harganya? Cari tahu sendiri ajalah yah. Malu saya kalau harus neybutin di sini. Namun, harapan itu mulai terkikis begitu berita BI Rate naik 25 BOP menjadi 7,75%.

Angka-angka apaan sih tuh? Kalian boleh mikir angka itu ga penting. Sama saya juga, tapi begitu tahu dampaknya pada harapan saya di tahun depan untuk mencicil beberapa barang makin ga ada bayang-bayangnya. 

Beberapa pengamat khususnya properti memprediksi cepat atau lambat suku bunga akan naik. Ya itu suku bunga yang sangat berpengaruh terhadap kredit pemilikan rumah alias KPR yang sebelumnya udah tinggi itu. Di empat bulan pertama pasar di Indonesia bakal gonjang-ganjing untuk penyesuaian. 

Apa yang terjadi saat gonjang-ganjing terjadi? Ya daya beli bakal menurun. Kala daya beli menurun, harusnya sih harga-harga ikut turun, tapi masalahnya efek Jokowi bikin para pengusaha yakin kalau pasar bakal terjaga. Jadi ya semacam gaji lo belum disesuaikan dengan kenaikan BBM tapi harga-harga udah melambung tinggi. 

‎Makanya, mumpung harga-harga masih dikalkulasi sama si pemangku kepentingan hingga akhir tahun, saya sih menyarankan kalian kasih uang muka segera saat harga masih harga lama. Buruan cari KPR yang termurah segera. Konon KPR tertinggi saat ini di angka 14% dan tahun depan ada prediksi harga rumah naik sampe 10% atau yang terparah 15%. 

Itu harga rumah yang naik yah? Lalu bagaimana dengan prediksi penurunan daya beli? Penurunan daya beli bisa sampe ke angka 10%. Ya jadi setelah diitung-itung maka harga properti, khususnya, kira-kira bakal naik menjadi 25% dari harga tahun ini.

Udah bisa bayangin berapa harga-harga di tahun depan? ‎Saya sih udah dadah-dadah, sambil mikir inflasi bakal naik berapa. Dan mulai mengahapus daftar barang-barang. 

Tabik!‎

Sabtu, 01 November 2014

Tiga Tahun Menerjang Jakarta

Takterasa sudah tiga tahun menerjang Jakarta. Sudah kembali ke 1 November. Siapa sangka akan jatuh hati pada sesuatu yang sering kali dicaci.

Masuk tahun keempat segala mungkin takakan pernah sama lagi. Tempat yang baru. Wajah-wajah baru. Kini macet adalah teman akrab yang harus disiasati tiap waktu.

Umpatan, kini kita karib. Akan tetapi, lebih menarik dibandingkan tertahan di dalam hati. Ini tentu saja sebuah pembelaan, bukankah selalu ada pembelaan untuk sgala hal?

Memasuki tahun keempat, masih akan selalu ada yang dicari. Iya, dunia fana. Aku akan mencari jalan yang mudah untuk menjalaninya. Mencari jalan keluar tercepat dari benang kusut.

Langkah kini mungkin lebih banyak. Sepatumu mungkin lebih cepat tipis. Harapan negara ini bahkan telah berganti pada orang lain. Dan aku masih terus mencari.

Iya biarkan saja pada tiap kelok itu ada harapan yang aku tebak isinya. Biarkan apa yang ada di sana aku terka. Hingga aku mungkin taklagi mencari.

Biarkan aku seolah taktahu apa itu rasa syukur karena selalu gundah. Meski itulah caraku beryukur dan Kamu tahu itu.

Selasa, 30 September 2014

Absurdnya Hidup Raffi Ahmad


Okelah zaman ini mana ada sih privasi. Lo kasih tau semua hal ke jejaring sosial dari benda baru sampai benda kesayangan yang hampir usang. Dari lo bangun tidur sampe lo tidur lagi. Tapi lo bagikan itu secara sukarela. Nah! Kalau hidup lo sengaja dikorek-korek bagi gw ini udah absurd banget.

Ya kita juga tahu gimana keluarga Kardasihan jadi tajir melintir karena video bokep sampai bagaimana pernikahan 72 hari bikin heboh. Nah kalau pernikahan yang bakal disiarkan di stasiun TV swasta dan itu frekuensi publik kita sebagai penikmat acara gratisan ga bisa milih untuk ga nonton, ya pasti nonton.

Okelah lo punya kawan untuk curhat dan berkeluh kesah. Akan tetapi, saat kawan lo tiap hari muncul di infotainment bongkar rahasia lo bahkan cerita ke seluruh dunia soal mantan pacar lo saat hari pernikahan lo udah ada kurang absurd apa coba? Itu kalau temen yang lo ga punya hubungan darah, nah kalau adik lo sendiri aja udah ikut-ikutan harus bagaimana coba?

Di stasiun TV yang ga akan menyiarkan secara live acara pernikahan itu bahkan ada candaan satir, “acara TV isinya sama semua ko, gosip kecil mah ga bakal ada yang tahu,” kata salah satu artis ibukota.

Gila ga tuh, lo bahkan ga punya pilihan untuk membicarakan dan menonton yang lain di saat lo udah ganti stasiun TV yang katanya televisi berita. Ahahaha.

Inilah bedanya, Kardashian disiarkan di TV berbayar dan orang yang nonton mereka memang membayar untuk melihat bagaimana keluarga itu memperlihatkan segala hal tanpa sisa dan itu cuma satu stasiun TV yah. Sementara itu, kehidupan artis yang sedang menghitung hari minimal ada di lima stasiun TV tanpa henti. Dari lo membuka mata sampai mau nge-path untuk “sleeping”.
 

Dan gw cuma kasih judul orang yang gw bicarakan tanpa sekali pun gw sebut namanya dan gw tahu kalau kalian tahu siapa yang gw maksud.  
 

Selamat datang Oktober dan segeralah berakhir agar acara TV bisa ganti tema bahasan.

Rabu, 03 September 2014

4

Langit mengganas. Ia meranggaskan pula rona bahagia di wajahmu.

Hari ini mungkin bukan hari baik. Ada seorang pengamen yang bernyanyi cukup merdu tapi tidak juga buat segaris senyum di wajahmu tampak.

Aku ingin mengajakmu ke restoran favoritmu, katamu mulutmu pahit.

Aku patah arang untuk kembali melihat cerah di wajahmu.

Apakah kini begitu sulit membuat roman bahagia di wajahmu?

Matamu redup, biasanya takakan lebih dari tiga hari. Haruskah aku bersabar?

Masihkah aku harus bersabar?

Aku duduk di antara bintang yang main kejaran bersama lampu kota.
Aku berkejaran dengan angin dan suara knalpot.
Bahkan di gunung yang kudengar hanya mereka yang mencari tempat berteriak dan di dengar.

Ya aku mau membuat romanmu kembali bahagia, tapi aku kini ingin lebih berbahagia.

Senin, 14 Juli 2014

Saya dan Absurdnya Bank

Masyarakat urban zaman ini pasti punya lebih dari satu nomor rekening. Padahal mereka tahu makin hari buat rekening ribetnya makin menjadi.

Yang paling baru dan absurd menurut saya kenyataan untuk perseorangan sekarang kalau mau buka rekening baru harus punya telepon rumah (fixed phone). Sementara sekarang orang pakai ponsel, telepon genggam (handphone).

Jadilah orang kampung semacam saya yang tidak punya telepon rumah kelimpungan untuk sekadar mau menabung. Ya harus ditanya nomor kantor, nomor saudara, pokoknya kalau saya mau buka rekening harus ada telepon rumah.

Maka jadilah saya akal-akalan, yah ga akal-akalan juga sih, saya harus pinjam nomor telepon kawan yang saya hapal sejak kecil.

Padahal sayakan bukan lembaga survei yang memalsukan alamat apalagi nomor telepon untuk menggiring masyarakat bahwa capres yang menang si J atau si P. Apalagi saya ga mungkinlah yah, mau transfer uang buat beli bahan bom cuma karena pas saya buka rekening saya pake sorban untuk kerudung saya.

Tapi bukankah ini Indonesia, kalau bisa absurd kenapa harus normal?

Keabsurdan lain adalah perkara nama ibu kandung. Zaman sekarang, saat privasi hampir takada lagi, bukankah nama ibu adalah perkara mudah untuk diketahui.

Misalnya saja, seorang kawan di laman Facebooknya menulis nama seluruh keluarganya. Jadi buat apalagi sih nama ibu kandung ini?

Keribetan lain pemilik nomor rekening bisa punya aplikasi melalui layanan pesan singkat hingga internet tapiiiiii, pas ada masalah ujung-ujungnya harus balik ke bank tempat anda buka nomor rekening.

Okelah kalau semua keribetan ini berbanding lurus dengan keamanan dan pelayanan. Pada kenyataannya ada bank-bank yang bahkan sepi mbak telernya masih jutek aja. ATM tidak sering rusak atau masalah-masalah lainnya yang absurdnya kayak para pejabat negara ini.

Tapi toh pada kenyataannya menabung si bank adalah modern, padahal bukan untung yang saya dapet yang ada malah potongan. Apalah arti manusia zaman ini tanpa kartu yang bisa mereka gesek?