Kamis, 25 April 2013

Urung

Aku sudah lama merasai bahwa mungkin kita sudah bosan bicara soal "kita."

Pagi ini aku terbangun dengan tidak nyaman. Melangkah ke kamar mandi dengan beban berat. Akan tetapi, siapakah yang mampu memesan pagi, seperti layaknya memesan takdir. Akhirnya segala hanya mampu kembali dilewati seperti biasanya.

Aku bergegas. Mencari secangkir kopi demi memperbaiki hari. Ingin rasanya menjadi flaneur, sudah lama rasanya takmengajak kaki menjejak pada tempat baru. Gunung dan laut sudah lama tidak disapa? Kota sudah lama berasa sama.

Namun, sekarang rasanya libur seperti juga takdir, takmampu dipesan. Aku urung, hanya kembali meratap.

Aku mau capuccino yang buihnya padat karena steamer yang bagus. Seharusnya itu bukan perkara, bukankah kota ini penuh dengan warung kopi? Tapi aku kembali urung. Capuccino tampak terlalu manis. Aku mungkin butuh yang lebih kuat. Kali ini aku melaju. Aku sudah terlalu sering urung.

Aku pesan single espresso. Biasanya aku tidak memilihnya karena terlalu pahit. Biasanya aku akan memilih duduk di pojok dengan buku yang akan menenggelamkan. Kali ini aku harus duduk di antara terang, rayuku pada hati yang beberapa waktu terlalu nyaman.

Sudah lama rasanya aku tidak menemukan wajah-wajah. Wajah-wajah biasanya mampu mengajak kita pada yang tidak berkesudahan. Walaupun kadang pula terjerembab. Tapi perjudian memang selalu mengasyikan. Aku mungkin sudah siap kalah.

Kopiku datang, aku ingin menolak gula. Katanya kopi pahit akan lebih membuat kita merasakan manis. Seperti cerita film "Secangkir Kopi Pahit" yang aku tonton bertahun lalu. Apa kabar Alex Komang? Masihkah wajahnya penuh jenggot?

Aku terlalu banyak melantur. Aku sudah terlalu larut dalam pikirku sendiri.

Ah! aku sudah lama membiarkan diri berkontemplasi di senja hari. Aku bukan ingin bicara tentang kopi. Aku tidak ingin bicara tentang senja. Senja sudah terlalu lama banyak dibicarakan. Semua gara-gara Alina.

Aku hanya ingin duduk bercengkarama dengan pagi, tanpa sekali lagi urung. Aku hanya mau duduk, ada kamu, dan kita takperlu lagi bicara tentang kita.

Selasa, 23 April 2013

Terlambat



Seandainya saja pagi ini kamu bangun dengan tenang.
Katakan pada matahari:
“Datanglah terlambat esok hari.”