Senin, 19 Mei 2014

Tentang Dilan dan Cinta yang (Seharusnya) Tidak Membosankan

Mungkin cinta adalah ramalan-ramalan konyol. Seperti yang dibuat oleh Dilan untuk Milea. 

Mungkin cinta harusnya seperti Dilan pada Milea, spesial dan tidak pernah membosankan. Bukan seperti kalimat-kalimat yang diulang Beni di setiap teleponnya. Bukan pula pertanyaan klise Nandan. 

Mungkin cinta adalah pembuktian bukan hanya kata-kata seperti bagaimana Dilan membuat Milea, "selalu senang jika bertemu dengannya dan selalu nyaman jika di dekatnya dan kurindu jika jauh." 

Mungkin cinta harusnya seperti Dilan pada Milea, manis. Pun tiap coklat yang dikirim dari tiap orang yang berbeda. Tanpa kata dan tanpa isyarat. Mengejutkan dan lagi-lagi tidak membosankan. 

Mungkin cinta seperi TTS yang diisi Dilan untuk Milea, sederhana namun penuh usaha dan tidak ingin membebani. Bukan hanya boneka besar yang diberi Nandan, seperti siapa pun bisa memberi jika punya uang.

Mungkin cinta juga seabsurd tukang pijit yang dibawa oleh Dilan untuk Milea agar membuatnya lebih baik.

Mungkin cinta harusnya tulus, tapi tidak diungkapkan. Tidak seperti bagaimana Kang Adi yang mengatakan bahwa ia tulus dan justru membuatnya kelihatan tidak tulus. 

Mungkin cinta sesederhana "mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu ga akan denger."

Mungkin cinta semanis "tidak membiarkan rindu hadir pada pasanganmu, karena hal itu berat dan mungkin tidak mampu ditanggung."

Mungkin cinta seindah ucapan terima kasih pada ibu pasanganmu sebagai tanda syukur.

Mungkin cinta semanis hubungan mulus Dilan dan Milea. Yang mungkin bisa terjadi karena mereka fiksi yang sungguh menyenangkan. Yang mengajak senyum karena sederhana dan tulus. 

Mungkin Dilan dan Milea selalu bisa mengajak ingatan pada manisnya cinta pertama. 

Rabu, 14 Mei 2014

Saatnya Mengeluh

Ya saya akan mengeluh.

Saya akan mengeluh bahwa saya lelah dengan hari-hari ini.

Lelah bahwa tidak ada yang lebih penting dari siapa cawapres Jokowi dan Prabowo. Saya lelah menyadari bahwa hidup saya berkutat pada hal-hal yang itu lagi. Saya bahkan hampir lupa, berita yang saya baca tadi sumbernya dari media mana?

Saya capek bagaimana tiap opini harus diseragamkan. Saya lelah bahwa kini segala hujatan dan berita buruk tidak lagi bisa dicegah.

Kelak kita mungkin akan lebih menerima dengan mudah saat berita buruk yang kita dengar. Kelak "ah masa sih?" Mungkin adalah tentang berita bahagia yang amat jarang kita dengar.

Kelak saya mungkin taklagi mampu mengeluh. Kelak mungkin awan yang menggumpal taklagi memikat manusia.