Jumat, 14 Desember 2012

Zafran (Junot) Juru Selamat 5cm.



Saya tipe yang selektif dalam menonton alih wahana dari buku ke film. Maka, memutuskan untuk menonton 5cm adalah keputusan yang berat karena saya hafal benar apa isi bukunya dan akan “kecewa” jika imaji saya rusak dengan visualiasi yangg buruk.

Perjudian dimulai! 

Saya membacanya saat saya duduk di kelas 2 SMU dengan hasrat yang bgitu tinggi dengan alam dan jujur saja novel 5cm juga satu diantara motivasi untuk sampai ke Mahameru selain bahwa Mahameru adalah tanah tertinggi Jawa, impian banyak pendaki Indonesia.

Onani yang takberkesudahan


Saya yakin banyak yang sudah sering lihat Mahameru di TV,dengan acara jalan-jalan dan penjelajahan yang menjamur aneh rasanya jika Mahameru pertama kali disapa di 5cm. Sayangnya, generasi ini, generasi instan yang gila-gilaan dengan media akan lebih senang dengan sesuatu yang sudah matang,entah alami, maupun buatan.

Maka, film ini hadir di momen yang tepat dan strategi jitu. Lihatlah bagaimana follower Twitter asli 5cm ribuan orang, trailer dan teaser-nya dilihat jutaan pasang mata, serta bagaimana sang penulis buku sering kali ditodong kapan film ini beredar.

Jadilah 5cm yang menjelajah Mahameru jadi kiblat baru, saat ia bukan hanya dalam imajinasi,tapi wujud yang direkam melalui kamera. Bukan disaksikan di layar kaca namun layar lebar. Mereka bukan membaca dan berimaji, namun disuapi, dilahap dengan ganas.

Bilang saya kuno atau apa pun,tapi menonton 5cm ratusan kali tidak akan sama tanpa ke sana.

Tenang kawan, banyak porter, siapkan banyak uang kita akan sampai di sana. Jika lebih kaya lagi, pemandangan udara dr atas ada helipad di Oro-oro ombo.

Terima kasih Zafran (Junot)

Untung Rizal Mantovani atau siapa pun penulis naskah mengubah si pencerita jadi Zafran bukan Genta, karena jika sudut pandang yang digunakan tetap sudut pandang Genta seperti dalam novelnya saya yakin segala jadi beda di layar lebar itu.

Zafran dalam bukunya jelas tidak seganteng Junot. Ia digambarkan kurus dan lebih selengean dari yang Junot perankan. Lelaki aneh yang tergila-gila dengan puisi, quotes, dan musik. Untungnya, Junot dengan gayanya buat Zafran hidup dengan cara yang lain, humor dan ketampanan yang pas. 

Zafran dengan film juga tidak secerewet dalam novelnya, namun di situlah keberhasilan Junot, dengan mata dan mimiknya atau mungkin ketampanannya yang membuat semua itu berbayar lunas.

Bagi saya hanya Junotlah yang berhasil, Fedi Nuril sebagai Genta tampak susah payah untuk jadi dewasa, mimpi pada matanya yang digambarkan dimiliki Genta di novel tidak ada dalam mata Fedi. Yang paling parah buat saya, ia tidak menggambar dirinya sebagai pendaki yang cukup "berpengalaman" matanya terlalu berbinar saat memandang Mahameru, penjelasan darinya jadi kaku serupa textbook. Untuk yang mengidam-idamkan Mahameru ia tidak cukup cakap. 

Gunung adalah tempat yang dingin tapi jadi paling hangat dengan kebersamaan dan Fedi di novel ini alfa memperlihatkan itu sebagai yang berpengalaman. Tetapi mungkin berhasil bagi mereka, bukankah sudah dijelaskan sebelum mereka memutuskan untuk tidak bertemu dulu. 

“Kita ga punya temen lain selain kita berlima.”

Lalu satu-satu perempuan dalam gank ini,Riani, tampak datar, tipikal Kristen Stewart, cantik tapi ga bisa akting, lihat dia menangis, hanya ingus di srat-srot-srat-srot bukan air mata yg alami, padahal orang waras mana yg tidak menangis saat sampai di puncak, pada adegan puncak,liat mata Fedi dan Junot, sangat jauh beda dengan wajah tokoh Riani. Namun, ia pun masih patut diapresiasi saat ia bersama Zafran atau Genta dengan manja dan lembut, ia pas di sana. Apalagi dengan wajah yang cantik saya rasa banyak yang memaklumi segala kealfaannya dalam berakting.

Deni Sumargo, kembalilah jadi pebasket, kamu gagap di depan kamera, dialekmu aneh bahkan saat tokoh yang kamu perankan tokoh yg kaku! Saya mengapresiasi tubuh besarmu tapi bagi saya itu tidak cukup.

Jika para cewe puas dengan Junot dan Fedi maka saya yakin para lelaki cukup ngeces dengan Pevita Pearce dan tank top putihnya, dengan blower yangg selalu menemani. Tapi, saya akan adil, di film ini Pevita main dengan baik, ia nampak lebih kenal kamera dan tidak lagi gugup di hadapannya. Wajahnya lebih natural, tanpa make-up.

Sedangkan, Igor Saykoji, Adrian Adriano, ia main dengan sangat aman, lagi pula, siapa sih orang yang ga luluh dengan orang dengan badan jumbo dan botak?

Akhir yang Indonesia Banget

Di novelnya saya sudah cukup mengernyitkan dahi saat penulis memutuskan akhir yang begitu, lalu sekarang entah mengapa sang sutradara memutuska akhir yang begitu. Okelah untuk Arial dan Indi, Riani dan Zafran, tapi Ian dan Happy Salma? 

Dan kenapa pula Ian sempat mempelihatkan tahun di jamnya. Setting film itu digambarkan pada 2012, lalu kita semua tahu bahwa Happy Salma sudah menikah di pada 2012, saat mereka membuat Genta takdapat pasangan, tidak seperti di novel mengapa pula memaksa Ian harus bersama Happy Salma?

Mahameru sihirnya!
Mahameru jelas jd sihirnya, indah dan oro-oro ombo masih seperti yg saya ingat.

Liat bagaimana kamera berkali-kali ada di udara, menyapu alam, awan, dan sunrise yang kuning pagi itu yang membuat ponakan saya minta ke Semeru begitu sampai di rumah usai menonton. 


Selasa, 11 Desember 2012

Ke Arah “Pulang”



pu·lang v pergi ke rumah atau ke tempat asalnya; kembali (ke); balik (ke):  (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php )
            Seusai Nadira saya rasa banyak yang mengharapkan Leila S. Chudori lagi dengan karya-karyanya, bukan sekadar resensi mingguan di Majalah Tempo. Perkenalan kami dimulai saat saya membaca 9 dari Nadira. Saya bahkan membaca 9 dari Nadira lebih dulu daripada Malam Terakhir karena jatuh cinta dengan gayanya bertutur dan karena kecenderungan saya dengan penulis-penulis perempuan. 
            Pulang, karya Leila S. Chudori terbaru. Pulang, mengisahkan Dimas Suryo dan anaknya, Lintang Utara Suryo dengan rentang waktu 1968-1998. Dari rentang waktunya saja kita akan tahu betapa banyak peristiwa sejarah penting yang terjadi di Indonesia dan dari kecamuk itu pulalah terjadi banyak konflik dalam novel ini.
Leila membagi novel ini jadi tiga bagian, Dimas Suryo, Lintang Utara, dan Segara Alam. Dalam ketiga bagian itu terbagi lagi menjadi judul-judul yang lebih spesifik. Sudut pandang “Aku” (sudut pandang pertama) yang berubah-ubah, bergantung siapa saat itu yang sedang bertutur, baik laki-laki perempuan, dengan sudut pandang seorang ayah, juga seorang anak.
Sudut pandang “Aku” Dimas Suryo, seorang tahanan politik (tapol) yang tidak bisa kembali ke Indonesia dan anak perempuannya Lintang Utara Suryo yang mencari Ke-I.N.D.O.N.E.S.I.A.-an yang hanya ia dengar dari cerita secara sporadik dari sahabat ayahnya sesama tapol.
            Jika pada Nadira kita akan membaca cuplikan buku harian, pada Pulang kita akan disuguhkan surat-menyurat. Jangan salah paham jika saya membandingkan, bagi saya ada kecenderungan tertentu mengapa Leila menulis dengan cara seperti itu dan akhinya membandingkan ini menjadi hal wajar kala ia mengulang formula seperti itu.
Jika bagi Dimas, “pulang” itu sudah jelas makan Lintanglah yang masih mencari di mana pulang baginya.
            Secara pengaluran, novel ini pun punya banyak lompatan, baik dari surat-menyurat, maupun ingatan tokoh para tokoh. Membaca Pulang juga membaca nasionalisme, membaca sejarah yang dibungkam, menelusuri Prancis, dan terseret-seret dengan begitu banyak nama sastrawan besar. Namun begitu, dengan banyak tokoh Leila masih menyediakan tokoh dengan mendalam, dengan detail. Maka, bersiaplah saat penyiksaan yang dialami Surti dan Kenanga selama mereka harus diinterogasi oleh para interogator yang bikin hati mencelos. Leila juga mahir membuat perasaan sendirian jadi begitu gelap, saya mendapatinya pada diri Dimas, persis seperti yang juga Nadira alami.
            Maka selamat membaca, untuk mereka yang menyukai bacaan yang memiliki nilai bukan sekadar tutup, saya rasa Pulang sangat cocok untuk dibaca. Atau jika kalian ingin membaca yang punya romansa, jangan khawatir, di tengah kekacauan Leila masih menyediakan tempat untuk rasa yang membuncah. 

Makasih Onyon



Lantai 16, 111212