Masyarakat urban zaman ini pasti punya lebih dari satu nomor rekening. Padahal mereka tahu makin hari buat rekening ribetnya makin menjadi.
Yang paling baru dan absurd menurut saya kenyataan untuk perseorangan sekarang kalau mau buka rekening baru harus punya telepon rumah (fixed phone). Sementara sekarang orang pakai ponsel, telepon genggam (handphone).
Jadilah orang kampung semacam saya yang tidak punya telepon rumah kelimpungan untuk sekadar mau menabung. Ya harus ditanya nomor kantor, nomor saudara, pokoknya kalau saya mau buka rekening harus ada telepon rumah.
Maka jadilah saya akal-akalan, yah ga akal-akalan juga sih, saya harus pinjam nomor telepon kawan yang saya hapal sejak kecil.
Padahal sayakan bukan lembaga survei yang memalsukan alamat apalagi nomor telepon untuk menggiring masyarakat bahwa capres yang menang si J atau si P. Apalagi saya ga mungkinlah yah, mau transfer uang buat beli bahan bom cuma karena pas saya buka rekening saya pake sorban untuk kerudung saya.
Tapi bukankah ini Indonesia, kalau bisa absurd kenapa harus normal?
Keabsurdan lain adalah perkara nama ibu kandung. Zaman sekarang, saat privasi hampir takada lagi, bukankah nama ibu adalah perkara mudah untuk diketahui.
Misalnya saja, seorang kawan di laman Facebooknya menulis nama seluruh keluarganya. Jadi buat apalagi sih nama ibu kandung ini?
Keribetan lain pemilik nomor rekening bisa punya aplikasi melalui layanan pesan singkat hingga internet tapiiiiii, pas ada masalah ujung-ujungnya harus balik ke bank tempat anda buka nomor rekening.
Okelah kalau semua keribetan ini berbanding lurus dengan keamanan dan pelayanan. Pada kenyataannya ada bank-bank yang bahkan sepi mbak telernya masih jutek aja. ATM tidak sering rusak atau masalah-masalah lainnya yang absurdnya kayak para pejabat negara ini.
Tapi toh pada kenyataannya menabung si bank adalah modern, padahal bukan untung yang saya dapet yang ada malah potongan. Apalah arti manusia zaman ini tanpa kartu yang bisa mereka gesek?