Siang terlalu naas untuk kembali
disalahkan.
Kota ini sudah
terlalu bising dengan keluhan.
Udara di sini
sudah terlalu sesak untuk diperebutkan.
Apakah kita masih harus terus
mereguk sakit di tiap titik?
Kota ini tidak
pernah titik.
Kota ini tidak
bosan terjaga.
Kota ini penuh
dengan daya hidup yang mematikan.
Sayangnya semua
orang minta diacuhkan di kota ini.
Setiap orang
meminta disapa di kota ini.
Sementara aku ingin berlari dari
kota ini dan aku justru terikat.
Ia mencengkramku
dengan terlalu keras.
Memanggangku di
dalam kotak panas dan tepat di jantung kota.
Dengan mata tua
seorang ibu,
dengan rambut
putih seorang ayah,
atau justru
dengan tiap senyum yang ditawarkan.
Ya!
Aku hanya masih
ingin jadi burung yang bebas mengepakkan sayap.
Aku hanya masih
ingin mengepak segala dalam sebuah ransel.
Aku masih ingin
menjejakan kaki di kota asing.
Aku hanya masih ingin dan entah
mengapa segalanya hanya ingin.
Hingga saat
terjaga aku masih di kota ini.
Siang terlalu naas untuk kembali
disalahkan.
Saat pohon yang
tumbang tercerabut dari akarnya.
Aku sudah lama
tidak berakar.
Mengada justru
karena ketiadaan.
Apakah kita masih harus terus
mereguk sakit di tiap titik?
Ketika kota ini
adalah tanah mereka yang tercerabut dari akarnya.
Kota ini membuat
segala wajah jadi serupa.
Kota ini bikin
semua mimpi jadi sama.
Kota ini merajut
asa tapi melupakan makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar