Rabu, 17 Agustus 2011

Sinetron Indonesia: “Dari Sujud ke Sujud ”Hiburan Penuh Kematian

Smoga bukan awal yang buruk setelah lama tidak menulis tulisan semacam ini.        
Apakah anda adalah penggemar acara televisi Indonesia? Kalau begitu pasti kenal dengan yang namanya sinetron. Berapa tahun silam, era sinetron dimulai dengan sebuah sinetron yang entah berlangsung hingga berapa tahun berjudul Tersanjung yang terus belanjut hingga “Tersanjung (sekian)”.
            Lalu bagaimana sekarang? Saat ini, sinetron adalah tayangan wajib pada setiap stasiun televisi bahkan untuk para penggemarnya sudah hapal jadwal sinetron yang mereka gemari tersebut yang telah tayang entah berapa bulan atau bahkan tahun.
            Inilah fenomena sinetron Indonesia. Berbeda dengan sinetron Korea yang habis antara 20 hingga 30 episode paling banyak. Maka itulah persinetronan Indonesia dikenal dengan stripping. Jika melihat banyaknya episode boleh jadi saya akan mengancungi jempol kepada penulis skenarionya. Bagaimana tidak, ia pasti seorang yang bernafas panjang, yang mampu membuat rangkaian cerita terus menerus takkunjung selesai hingga happy ending terjadi pada setiap tokohnya.
            Saya punya contoh kasus menarik pada kasus happy end ini. Pada Ramadan tahun lalu, ada sebuah sinetron yang diadaptasi dari sebuah novel yang juga telah beralih menjadi sebuah film yang secara penjualan amat laris. Ya, para penggemar sekalian pasti kalian sudah tahu sinetron ini berjudul “Ketika Cinta Bertasbih.” Saking larisnya sinetron ini pun bersambung pada “Ketika Cinta Bertasbih 2” yang cerita telah berbelok arah dari novel aslinya yang ditandai dengan bermunculannya tokoh-tokoh baru.
            “Ketika Cinta Bertasbih 2” bukan lagi hanya bagaimana kehidupan Ana dan Azzam tapi juga kehidupan tokoh-tokoh lain yang takada pada novelnya. “Ketika Cinta Bertasbih 2” habis dengan happy end, kalian tahulah apa happy end bagi sebagian orang. Ketika setiap tokohnya telah memiliki pasang masing-masing, seolah-olah kebahagiaan hanya hadir antara dua orang yang telah bersatu dalam bahtera rumah tangga.
            Satu lagi happy end yang harus ada dalam sinetron Indonesia ketika para tokoh antagonis dalam kisah panjang nan semraut ini “dimatikan.” Saya harus kasih tanda kutip pada dimatikan. Mati dalam sinetron Indonesia adalah hal yang mudah. Seolah kematian pun adalah kebetulan. Kebetulan saya bahagia, kebetulan si jahat mati.
            Setelah penjelasan di atas kalau kalian pikir kisah cinta pada “Ketika Cinta Bertasbih” telah usai kalian salah total. Haha J untuk kalian tahu Ramadan kali ini ada sinetron “Dari Sujud ke Sujud” yakni lanjutan dari “Ketika Cinta Bertasbih.” Kalian pasti bertanya, “bukannya udah happy end? Terus sekarang ceritanya tentang apa?”
            Sekarang ceritanya masih tentang mencari kebahagiaan karena ternyata kebahagiaan kembali terusik. Sebabnya apa? Sebab ada tokoh yang dimatikan hingga tokoh tersebut memiliki kewajiban untuk mencari kebahagiaan lain. Ya, lagi-lagi dimatikan. Bukan hanya ada satu kematian tetapi ada beberapa kematian yang terus berlanjut.
            Salah satu tokoh bernama Furqon istri dan anaknya meninggal dalam proses melahirkan. Ibu Ustadz Ilyas mati secara tragis karena darah tinggi akibat sebuah pertengkaran dengan menantunya. Haha, betapa sebuah hal yang menggelikan, ya bukannya saya tidak percaya ada sebuah kematian karena darah tinggi tapi saya percaya kematian ini untuk ratting.
            Kematian ini disengaja untuk menjaga kepopuleran sinetron ini karena Ibu Ustadz Ilyas ini boleh disebut antagonis yang tidak akan disukai oleh penikmatnya termasuk kakak dan ibu saya.  Ada lagi kematian yang juga disengaja dan masih ibu-ibu. Yakni kematian Ibu Dokter Fajar. Ibu Dokter Fajar dimatikan untuk menjadi pahlawan bagi kebahagiaan Husna.
            Lalu, saya jadi capek menulis kisah ini. Haha, saya jadi ingat zaman kuliah ada seorang dosen favorit saya yang mengatakan “Pengarang yang mematikan tokohnya secara kasar adalah pengarang yang bernafas pendek dan memperlihatkan ketidaliahaiannya.”
            Walaupun kematian jadi begitu mudah saya tetap memberikan penghormatan kepada penulis skenario dan berharap ada sebuah sinetron yang oke, mendidik bukan sekadar pencarian jodoh dan kematian setiap waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar