Mungkin ini bukan kali pertama Ayu menggambarkan rasa cinta. Dalam Bilangan Fu dan juga Majali dan Cakrabirawa, pembaca karya Ayu tahu persis bahwa Yuda sang pemanjat terispirasi dari kekasih Ayu, Erik yang seorang pemanjat tebing.
Yuda digambarkan dengan detail dan dalam Bilangan Fu saya rasa pembaca pun akan begitu dekat dengan Erik. Bagi saya itu cara Ayu Utami mengabadikan perasaannya dan siapa sangka dua novel tidak cukup untuk meluapkan perasaan itu yang akhirnya kali ini Ayu menulis sebuah novel yang dalam webnya ia sebut sebagai novel berdasarkan kenyataan. Bukan sekadar fiksi, tetapi novel yang berdasarkan kenyataan dan karena saya membaca tentang review itu sebelum saya membaca novelnya maka saya membaca Cerita Cinta Enrico juga sebagai sebuah sejarah kehidupan seseorang.
Cerita Cinta Enrico dimulai bersinggungan tentang sebuah peristiwa sejarah yang berapa kali Ayu ungkapkan yang entah mengapa bagi saya berupa teror (jangan harapkan saya mengutip,maaf saya tidak akan mengutip apapun seolah ini tugas kuliah J ). Hingga akhir kisah ini berjalan runut, dari Enrico kecil hingga ia berbahagia. Ya, saya pikir kisah ini berakhir bahagia.
Ayu masih vulgar dalam bertutur, tapi jangan cari kegelapan atau pun kesan suram dalam novel ini. Perasaan sepi dan sendiri kuat tapi bukan suram seperti Larung. Ayu juga masih menanamkan ideologinya tetapi itu semua bukan masalah yang jadi masalah adalah bagaimana Enrico bertutur dan tumbuh.
Enrico jadi bocah yang merindukan kasih sayang ibu dan itu pun jadi teror ketika hasratnya tentang ibu berubah jadi keinginan untuk bebas. Jauh dari ibu yang amat ia sayangi jadi sebuah impian yang besar. Enrico jadi anak yang sayang ibu dan juga benci sekaligus.
Pada akhirnya saya justru merasa bahwa Enrico pada dasarnya lebih sayang terhadap ayahnya, ayahnya yang begitu baik dan lurus karena setelah kematian ayahnya ia justru menjadi kosong dan hampa bahkan mulai bermimpi buruk.
Tetapi Ayu, berkali-kali berkata bahwa ini kisah tentang anak lelaki yang cinta ibunya habis-habisan padahal diakhir cerita ketika ia mengajak menikah gereja Enrico ia tanpa sadar mengatakan sebuah sifat kebaikan yang justru Enrico dapat dari ayahnya.
Novel ini tentang ibu, tentang dua manusia yang mencari ibu. Seorang lelaki yang mencari kaki jenjang ibunya dan seorang perempuan dengan inisial A yang mencari sosok malaikat ibunya dalam tubuh seorang lelaki.
Ya pada dasarnya bagi saya ini novel cinta, cinta Ayu kepada kekasihnya. Kisah igau lelaki yang jadi teman tidurnya yang selalu mengigau. Dan beruntunglah Enrico ia diingat oleh ratusan pembaca Ayu Utami. Karena cara termudah menyimpan kenangan dengan menuliskannya dan mungkin Enrico akan jadi peradaban dalam karya tulis atau bahkan skripsi.
Selamat Enrico, kamu takmenemukan ibu tapi ada kebebasan dalam dekap seorang perempuan yang bukan ibumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar