Jadi semalam hasrat menulis sangatlah besar. Saya turuti.
Ternyata eksekusi takpernah benar jadi mudah. Lalu, membaca tulisan lama dan
tersadarlah saya bahwa menulis mungkin memang harus kembali saya lakukan saat
saya membaca tulisan saya tentang rutinitas kala itu. Saat ini, saat saya
kembali terjerembab ke dalam rutinitas, membacanya dan merasa bahwa hal tersebut
masih sangat relevan dengan saya yang sekarang. Kira-kira beginilah isinya:
---
Hari itu tidak ada air mengalir
dari matanya yang bulat, besar, dan coklat. Pada hari itu, yang keluar dari
matanya adalah darah yang entah bagaimana caranya mengalir deras dari matanya.
Tidak ada tetes mata atau obat yang mampu mengobatinya. Tidak ada, yang
dibutuhkannya selain sebuah senyum. Seulas senyum yang membuatnya kembali
hidup. Hanya itu.
***
Malam itu langit masih sama
dengan malam lainnya. Membuka pintu dengan lebar, meski ketika memejam mata
ternyata dengung nyamuklah yang akan menemani. Malam itu, masih ia biarkan
segalanya sama dengan malam lainnya. Tanpa sebuah gundah. Tanpa rasa tidak enak
hati. Atau rasa mual karena maag dan telat makan. Tidak ada yang spesial malam
itu. Sama dengan malam lainnya, dengan rutinitas yang itu-itu saja.
Paginya tidak ia ingat adakah
sebuah mimpi yang mengganggu atau apapun yang membuatnya mual karena perih yang
tiba-tiba datang. Ternyata itu pun tidak ada. Tidak ada firasat apapun. Maka,
hari ini masih akan menjadi hari yang sama saja. Hari yang itu juga.
Menggelinjang di kasur. Menyisir
rambut dan memunguti yang rontok, serta menyapu debu. Merebus mie goreng,
menumpahkan terlalu banyak sambal botol. Ah, semua memang rutinitas, seperti
biasa saja. Menunggu angkutan umum. Kepanasan dalam angkot. Menyebrang jalan
dengan susah payah. Tukang koran yang sama setiap harinya. Hari ini memang hari
yang biasa.
Mengapa begitu menginginkan
sesuatu yang istimewa? Mengapa ya, mengapa jadi orang yang tidak tahu diuntung?
Mengapa manusia begitu tidak puas padahal Sang Pencipta memberi kesempurnaan
hanya pada manusia. Apalagi ini, tiba-tiba jadi sufi yang memikirkan yang
macam-macam. Hari ini pun tetap jadi hari yang biasa.
Catatan lama
Jatinangor, 11 Mei 2010
Tanpa satu pun yang diubah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar