Selasa, 01 November 2011

RUANG INI KITA


Ruang ini jadi begitu kosong tanpa kita sadari. Hilang sudah canda kecil yang biasa terurai. Hilang sudah gelak tawa itu. Ya, mungkin kita memang harus berpindah. Dari satu ruang ke ruang lain tanpa jeda. Kita hanya akan mengingat ini sebagai sebuah kisah indah. Seulas senyum boleh jadi akan terukir ketika kita mengingatnya. Bisa jadi juga sedu sedan yang akan tertata di hadapan kita. Tetapi semua dalam kuasaNya. Kita juga harus berterimakasih atas segala.
Terima kasih karena mempertemukan kita pada sebuah siang terik di sebuah pantai dan menautkan banyak tangan. Mengisi baku jari menjadi tak bersendiri. Atau juga membiarkan kita merasakan perasaan yang begitu riang sebelum masuk menuju malam yang dingin yang juga tidak mudah kita lupakan.
Malam-malam itu kita hadapi bersama. Dari teriakan lelah. Hingga tawa canda atas segala laku yang taktertebak. Dari segala amarah hingga berubah jadi tangis lalu maaf yang selalu disediakan. Perubahan warna kita mungkin tampak tanpa kita sadari. Gradasi itu jadi sebuah simbol bukan sekadar nama. Bahkan ketika kita harus masuk pada menuju malam puncak.
Kita menyebutnya malam laknat. Malam yang kita tidak akan pernah lupa. Malam tanpa tidur dalam waktu 24 jam. Malam yang begitu panas namun tidak membiarkan kita berkeringat. Seolah pori-pori pun tertutup ketakutan. Dan deru nafas dan degup jantung begitu cepat.  
Esok harinya kita harus mandi lumpur. Mencoba mengangkat kedua tangan dan kaki dalam ayunan hitungan. Marilah kita ingat segalanya dalam indah. Hanya keindahan. Lalu, mengingat peluk seorang teman yang begitu lega dalam tangisnya. Bahwa tangis yang di pagi itu tumpah adalah tangis haru bahwa kewajiban kita dalam keluarga besar itu berakhir sejenak. Hanya sejenak, karena setelah ini kita masih harus melaju dalam ruang yang juga masih milik kita bersama.
Kita begitu betah di dunia. Bagiku itu adalah hal yang lumrah. Itulah mengapa dalam empat tahun terasa cepat berlalu. Teman dalatang silih berganti. Musuh hilang perlahan. Botol kadang penuh. Kadang kosong. Tetapi kita masih bisa bertemu. Sesekali. Hanya sesekali. Namun, jadi pengobat luka. Pengobat rindu akan keluarga yang tanpa disadari akan mulai menapak pada sesuatu yang nyata. Bukan lagi simulasi seperti yang terjadi di ruang ini.
Masihkah kalian akan mengingat ruang ini dengan jelas. Masihkah jabat erat atau sekadar sapa bermakna sama? Selamat masuk menuju malam yang sebenarnya. Selamat masuk pada rimba belantara yang menunggu di depan jalan terang itu. Ya, Selamat. Hanya itu yang dapat terungkap. Tetaplah berteguh. Tetaplah melaju. Maka jayalah kita. Jayalah kita yang pernah satu dalam ruang ini.

Jatinangor, 5 Oktober 2010
Ingatan akan kalian kawan. Jayalah kita semua. 

logo Gradasi       




Tidak ada komentar:

Posting Komentar